Tulisan REALIS VII: MASYARAKAT PUGER YANG MASIH KENTAL DENGAN TRADISI

Oleh:
Yusfi Nur Huda, Administrasi Bisnis 2014

ABSTRAK

Masyarakat nelayan di indonesia pada umumnya masih sangat erat hubungannya dengan adat istiadat dan percaya dengan nenek moyang. Masyarakat Indonesia memiliki beraneka ragam budaya seperti upacara tradisional dan adat-istiadat yang tidak terdapat di tempat lain sehingga perlu dilestarikan, termasuk juga di Puger. Tradisi yang di dalamnya terkandung makna dan nilai-nilai luhur yang tinggi dan dapat mempengaruhi masyarakat pendukungnya untuk berinteraksi secara aktif dan efektif sehingga mampu membina budi pekerti luhur. Pada umumnya, tradisi-tradisi yang ada di Indonesia merupakan warisan dari generasi sebelumnya. Tradisi tersebut ada yang mengalami perubahan dan kemudian hilang, ada juga yang dipelihara dan dikembangkan sehingga dapat disaksikan oleh generasi selanjutnya.

Kata kunci:tradisi/ritual yang masih ada masyarakat nelayan,sosial budaya masyarakat nelayan.

 

  1. Pendahuluan

Secara geografis, masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan  pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut (Kusnadi, 2009). Sedangkan Menurut Imron (2003) dalam Mulyadi (2005), nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggi pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya.

Nelayan atau masyarakat pesisir tidak bisa dipisahkan dari Indonesia. kondisi Geografis yang hampir 70% wilayahnya adalah laut, membuat rakyat Indonesia yang berprofesi sebagai nelayan cukup besar. Masyarakat nelayan yang telah menjadi identitas bangsa membuatnya memiliki sekian cirikhas atau budaya yang khas. Puger adalah wilayah selatan di kabupaten Jember yang terletas di kawasan pesisir dan masyarakatnya mayoritas nelayan. Masyarakat nelayan di puger masih erat hubungannya dengan tradisi yang sifatnya turun temurun. Seperti ritual petik laut yang di percayai oleh masyarakat puger sebagai tanda terima kasih kepada tuhan karena sudah memberikan banyak ikan,dan mempermudah nelayan dalam melaut

 

2. Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan penelitian kualitatif (qualitative research), yaitu penelitian yang menitikberatkan  pada kualitas data. Untuk mengetahui lebih banyak tentang sosial budaya, termasuk adat istiadat. data digali secara langsung dari obyek yang sedang diteliti yaitu masyarakat nelayan yang ada di puger. Jadi, pendekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data baik melalui ucapan maupun aktifitas yang bisa di amati.

 

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Puger Kulon, kecamatan Puger, Kabupaten Jember. Pemilihan Puger sebagai tempat penelitian dikarenakan daerah Puger merupakan daerah pesisir yang sebagian besar masyarakatnya adalah nelayan. Sehingga memudahkan peneliti untuk mengetahui aktivitas para nelayan. Waktu penelitian dilakukan selama 3 hari, dengan melakukan observasi dan wawancara pada masyarakat nelayan sekitar.

 

Instrumen Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi langsung. Untuk mengetahui peranan dan aktivitas para nelayan masyarakat puger pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi langsung. Alat bantu dalam instrumen pengumpulan data adalah alat-alat tulis dan perekam suara. Penelitian ini dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan untuk mengetahui dan mencari informasi yang diperlukan.

Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini yaitu mengetahui dan menggambarkan tentang peranan dan aktivitas nelayan masyarakat Puger dalam kehidupan keluarga dan kehidupan sehari-hari.

Sumber Data

Sumber data bisa berupa data primer dan data sekunder. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan data pimer, yaitu data yang langsung dari informan.

Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data, terdapat beberapa langkah-langkah. Yaitu sebagai berikut.

  1. Pengumpulan data, dilakukan dengan cara observasi , wawancara dan dokumentasi.
  2. Penilaian data, yaitu data-data yang nantinya diperoleh di kategorikan dan diklompokkan terlebih dahulu.
  3. Interpretasi data, data-data yang telah didapatkan,dianalisis kemudian disederhanakan lagi sehingga lebih terspesifikasi.
  4. Menyimpulkan terhadap hasil interpretasi dan analisis data.

 

 3. Hasil dan Pembahasan

Puger adalah salah satu kecamatan di kabupaten jember yang sebagian wilayahnya adalah pesisir pantai. Mayarakat puger tidak hanya terdiri dari masyarakat lokal, namun juga terdapat masyarakat pendatang. Mayoritas masyarakat Puger berprofesi sebagai nelayan dan yang berkaitan dengan hasil laut, mulai dari pedagang ikan sampai pembuat perahu. Nelayan yang terdapat di Puger tidak semuanya masyarakat asli Puger, namun banyaj juga pendatang di luar Puger.

Nelayan lokal adalah penduduk asli puger yang dari kecil hidup, tumbuh, dan berkembang di pesisir pantai, sedangkan nelayan pendatang yaitu penduduk diluar puger yang mencari nafkah di puger. Di banding dengan  masyarakat  lokal, masyarakat pendatang lebih banyak yang membanting tulang di daerah pesisir di Puger. Penduduk lokal menguasai seluruh aktivitas yang ada kaitannya dengan nelayan di Puger, seperti menjual ikan dan pemilik kapal. Namun, ada juga beberapa pendatang yang memiliki kapal sedangan untuk pengambek adalah masyarakat asli puger yaitu orang yang berkuasa di dalam aktivitas nelayan.

Masyarakat nelayan pada umumnya sangat kental dengan adat istiadat yang ada di daerahnya, seperti tradisi petik laut yang sangat sakral di desa Puger wetan dan kulon. ritual petik laut yang dilakukan nelayan puger ini berlangsung dari tahun ke tahun, biasanya dilaksanakan pada tanggal 10 muharram. Ritual yang dilakukan setiap satu tahun sekali itu sebagai tanda terima kasih kepada tuhan yang telah memberi banyak ikan kepada nelayan. Biasanya yang di sajikan dalam petik laut adalah sesajen, kepala sapi dan kepala kerbau. Selain ritual petik laut, tradisi yang masih dianut oleh masyarakat puger adalah mencari hari baik ketika menggunakan perahu baru untuk melaut, agar dalam melaut diberi keselamatan dan mendapatkan banyak tangkapan ikan.

Tradisi yang masih abstrak atau masih tabu adalah adanya pengambek. Entah tradisi atau bukan, yang pasti pengambek telah menjadi bagian masyarakat Puger. Pengambek adalah pemilik modal yang berkuasa dalam aktivitas nelayan. Berawal dari kesulitan hidup yang dialami oleh para nelayan, entah itu untuk kebutuhan hidup sehari-hari atau kebutuhan untuk melaut, para nelayan tersebut akhirnya mencari orang yang bisa menyelesaikan permasalahan mereka, yakni pengambek. Pengambek memberi pinjaman uang dengan sejumlah syarat yang salah satunya para peminjam harus menjual ikan hasil tangkapan ke pengambek dengan harga ditentukan oleh pengambek. Saat nelayan menyetorkan ikan, pengambek yang menerima ikan itu akan mengatur untuk dijual ke pada pedagang yang ada di TPI(tempat pelelangan ikan) dengan penentuan harga sesuai dengan permintaan pengambek. Pengambek juga dapat disebut dengan juragan para nelayan, karena pemilik kapal pun kalah dengan pengambek, pemilik kapal juga diatur oleh pengambek.

Masyarakat nelayan pada umumnya bersifat konsumtif, pada saat musim ikan, masyarakat nelayan langsung membelanjakan semua pendapatan yang diperoleh dan bisa juga langsung habis dalam sekejap. Sebaliknya, pada saat musim paceklik, nelayan sangat kebingungan mencari uang untuk menyambung hidup, dari sinilah peran pengambek mulai muncul dan menjadi permasalahan tulen dari nelayan. sebagian nelayan juga mempunyai pekerjaan sampingan yaitu, membuat perahu. Pada saat ada yang memesan perahu, sebagian nelayan mempunyai pekerjaan sampingan untuk membuat perahu, tetapi membuat perahu juga tidak menetap atau berkelanjutan, karena para nelayan membuat perahu pada saat di butuhkan saja.

Masyarakat puger dilihat dari segi pendidikan masih sangat minim pengetahuan. Kebanyakan masyarakat puger sekolah hanya sampai jenjang SD dan maksimal sampai jenjang SMP. Secara financial sebenarnya nelayan mampu membiayai anaknya sampai jenjang yang lebih tinggi, namun tradisi yang dianut oleh masyarakat nelayan adalah lebih memilih anaknya untuk ditaruh di pondok setelah lulus SD dan menganggap kurang begitu penting menyekolahkan anaknya sampai jenjang tinggi. Sifat dari masyarakat nelayan juga turun temurun, ketika sang ayah menjadi nelayan maka anaknya juga akan menjadi nelayan. Begitu juga dengan pengambek, apabila orang tuanya berprofesi sebagai pengambek maka sang anak juga akan akan mengikuti orang tuanya.

 Kesimpulan

Dari penelitian yang di lakukan daerah pesisir pantai Puger ini, dapat di simpulkan bahwa masyarakat puger masih sangat kental dengan tradisi yang masih sangat sakral, seperti ritual petik laut dan penentuan hari baik. Masyarakat nelayan sendiri masih sangat rendah dalam pendidikan dan pengetahuan. Hal ini karena anak dari nelayan hanya sekolah sampai SMP atau SD, setelah itu di taruh di Pondok Pesantren. Ketika sudah selesai di Pondok Pesantren maka sang anak akan berprofesi sama dengan orang tuanya. Masyarakat nelayan sifatnya turun temurun dan konsumtif pada saat musim ikanmelimpah atau musim panen.

 

Daftar pustaka

http://lu-sheliu.blogspot.com/2013/02/ritual-adat-istiadat-dalam-kebudayaan.html

http://gracelliaraystika.wordpress.com/2013/01/17/nelayan-sebagai-masyarakat-pesisir/

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Situs yang Dikembangkan dengan WordPress.com.

Atas ↑